Bacaan Alkitab: Lukas 2: 51-52
Seperti apa rasanya bagi Maria dan Yusuf melihat Yesus, Anak Allah yang tidak berdosa, bertumbuh dewasa dalam rumah tangga mereka? Pernahkah Dia nakal? Apakah Dia menyenangkan? Apakah Dia anak yang berpikir dengan sangat serius?
Hanya ada sedikit sekali yang dituliskan tentang Yesus dari cerita kelahiran-Nya sampai ketika Dia dibaptis pada usia 30 tahun. Apakah Dia bekerja sebagai seorang tukang kayu di Nazaret? Kita tidak bisa tahu pasti, meskipun ada pertanyaan pernah dilontarkan, "Bukankah Ia ini anak tukang kayu?" Pertumbuhan seolah-olah tahun-tahun Yesus sengaja disembunyikan dari kita, kecuali dua ayat yang menjadi bacaan kita. Dia tunduk pada orang tua-Nya, dan Dia bertumbuh dewasa, baik dalam perawakan-Nya maupun hikmat-Nya. Dia juga bertumbuh dewasa dikasihi baik manusia maupun Allah. Kata "dikasihi" di sini adalah kata yang syringe menjadi "kasih karunia".
Jika Yesus saja harus bertumbuh dalam hikmat, terlebih dahulu, yang adalah anak-anak-Nya juga perlu bertumbuh. Bahkan kata "bertumbuh" muncul 31 kali dalam Perjanjian Baru.
Dalam suratnya yang kedua, Petrus berbicara tentang bertumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan dalam Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus ( 2 Petrus 3:18 ). Pada awal surat yang sama, Petrus menjelaskan bahwa Allah akan memberi kita lebih dan lebih banyak lagi kasih karunia serta damai sejahtera seiring dengan pertumbuhan kita dalam pengetahuan akan Allah dan Yesus, Tuhan kita (1: 2). Kita akan mengenal Allah lebih baik lagi.
Paulus menasihati kita untuk berakar dalam Kristus dan seiring saat kita melakukannya, kita juga akan bertumbuh dalam iman ( Kolose 2: 7 ). Dia meminta agar kita terus menjadi serupa dengan Kristus ( Efesus 4:16 ). Paulus menggunakan kata "bertumbuh" dalam artian menjadi dewasa ( 2 Korintus 13:11 ). Penulis surat Ibrani mendorong kita untuk melanjutkan dari susu "bayi" ke makanan keras firman Allah ( Ibrani 5: 12-14 ). Kita harus bertumbuh secara rohani dalam Kristus.
Billy Graham pernah mengatakan bahwa selama masa tahun pertumbuhannya, ibunya biasa membacakan satu pasal dari kitab Amsal setiap hari. Dia menghubungkan pertumbuhan dan fondasi rohaninya dengan pembacaan sehari-hari kitab Amsal ITU. Seperti Yesus, kiranya kita bertumbuh dalam hikmat dan dikasihi oleh Allah dan manusia.
Satu pertanyaan: Dengan cara bagaimana Allah memberkati Anda melalui bahan renungan harian dari firman Allah yang Anda baca sepanjang bulan Natal ini?
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | Janji: Arti Natal yang Sebenarnya |
Judul artikel asli | : | Tahun-Tahun Bertumbuh |
Penulis | : | Michael Ross-Watson |
Penerbit | : | KJPublishing.com |
Halaman | : | 60 - 61 |
Bacaan Alkitab: Yesaya 9:6; Lukas 2:8-19
Yesus adalah Raja Damai, dan pemerintahan-Nya penuh keadilan dan kedamaian.
Ketika paduan suara malaikat menyanyi di dekat Betlehem pada hari kelahiran Yesus, pesan mereka adalah pesan damai. Mereka berkata, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Lukas 2:14).
Kata Ibrani untuk damai dalam Yesaya 9:6 adalah shalom. Kata itu berarti bukan hanya tidak adanya kekerasan. Kata itu bukan hanya tentang kedamaian, tetapi juga nuansa kepenuhan, keutuhan, kesehatan, ketenangan, kemakmuran, istirahat, dan harmoni. Bahkan, ia mencakup segala sesuatu yang baik!
Kata Yunani untuk damai yang digunakan dalam Lukas 2:14 adalah eirene, dan dalam perikop ini, kata itu digunakan untuk menggambarkan tentang ketenangan yang dinikmati oleh suatu bangsa ketika bangsa itu memiliki pemimpin yang peduli, berkompeten, dan aman. Kerajaan Allah yang diperintah oleh Yesus adalah kerajaan yang penuh kebenaran, sukacita, dan kedamaian (Roma 14:17). Kedamaian ini merupakan nuansa ketenangan, mengetahui bahwa hidup Anda benar-benar berada di dalam tangan Allah yang mengasihi, dan dengan demikian, mengalami ketenangan dalam diri Anda. Itu secara alami tidak masuk akal karena sifatnya supernatural! Ini melampaui segala akal pemikiran manusia (Filipi 4:7). Ini tidak bergantung pada keadaan, melainkan pada menaati dan memercayai Yesus. Sang penulis himne merangkumnya dalam ayat berikut ini:
"Hanya percaya setiap hari,
Percaya di tengah jalan yang penuh badai
Bahkan saat imanku kecil,
Percaya kepada Yesus itu segalanya."
Hanya Yesus, Sang Raja Damai, yang dapat memberi Anda kedamaian ini. Dunia tidak dapat memberikannya kepada Anda. Sebelum Dia pergi ke kayu salib, Yesus berkata kepada para murid-Nya, "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu" (Yohanes 14:27). Pendidikan, keluarga, kekayaan, pekerjaan, semuanya itu baik, tetapi semuanya itu bukan sumber kedamaian seperti yang Yesus berikan ini. Yesus membawa kedamaian ini bagi kita ketika Dia mati di atas kayu salib (Yesaya 53:5). (t/Tim Penerjemah YLSA)
Pertanyaan:
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | Promise: The True Meaning of Christmas |
Judul asli artikel | : | The Prince Of Peace |
Penulis | : | Michael Ross-Watson |
Penerbit | : | KJPublishing.com |
Halaman | : | 46 -- 47 |
Ketika suatu kemalangan atau bencana terjadi, kita sering kali bertanya, "Mengapa saya harus mengalami ini? Mengapa ini harus terjadi kepada kami? Mengapa ada penyakit? Mengapa ada cacat? Mengapa orang itu mati?" Atau, kita akan protes, menolak, bahkan berusaha menyangkalnya dengan berteriak, "Tidak, tidak ...!!" Namun, sebagai pengikut Kristus, sudah benarkah reaksi kita ini? Sudahkah karya kebangkitan-Nya berdampak dalam kehidupan kita?
Ketidakseimbangan Salib dan Kebangkitan Kristus
Yesus tidak hanya menebus umat manusia dengan kematian-Nya, tetapi juga dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Sebab, "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." (1 Korintus 15:14-17)
Kebangkitan-Nya itulah yang memberi makna pada kematian-Nya, sementara kematian-Nya memberi makna pada kebangkitan-Nya. Kematian dan kebangkitan merupakan hal hakiki dan tidak dapat dipisahkan dalam karya penebusan Allah. Oleh karena itu, kita mutlak harus memberikan nilai dan kepentingan yang sama pada kematian dan kebangkitan Yesus.
Luis M. Bermejo dalam bukunya, Makam Kosong, mengingatkan kita akan sesuatu yang salah dalam iman Kristen kita, yaitu bahwa selama berabad-abad, orang Kristen telah tidak seimbang dalam hal memahami kematian dan kebangkitan Kristus. Kita semua lebih banyak memberi perhatian hanya pada salib.
Salib telah menempati posisi mencolok dalam kehidupan orang Kristen: gereja memakai tanda salib sebagai simbol imannya, orang Kristen mengenakan kalung salib, ada ordo yang memakai nama salib, saudara-saudara kita yang Katolik berdoa dengan membentuk tanda salib sambil menyebut nama tiga Pribadi Tritunggal Allah. Pada peringatan masa kesengsaraan Tuhan, di banyak gereja, orang-orang Kristen yang saleh mengikuti perjalanan sengsara Yesus dengan berdoa dan melakukan proses "jalan salib". Rasanya, hampir dalam segala hal, tanda yang dipilih adalah salib. Ada kesan bahwa keselamatan diselesaikan di atas salib, kesengsaraan, dan kematian Kristus. Oleh karena itu, kekristenan dengan tepat disebut sebagai "agama salib". Kebangkitan diabaikan atau paling tidak dikecilkan sampai pada ukuran yang memprihatinkan. Jelas ketidakseimbangan itu akan berdampak pada kerohanian kita. Misalnya saja, kehidupan Kristen menjadi kurang bersukacita karena pemusatan perhatian pada salib tanpa sadar telah menyebarkan iklim kemuraman pada wajah kekristenan kita. Apakah Anda setuju dengan pengamatan Luis di atas? Menurut Anda, apa dampak terbesar dari ketidakseimbangan di atas dalam hidup kerohanian Anda?
Mengantisipasi Masa Depan Kita
Rasul Yohanes menulis dalam suratnya: "Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya" (1 Yohanes 3:2).
Memang benar apa yang Rasul Yohanes katakan di atas. Kita tidak tahu seperti apa keadaan kita kelak, yang sempurna seperti Kristus itu. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak tahu apa-apa. Sebab, kehidupan Kristus pada masa lampau adalah bagian dari bentuk kehidupan kita pada masa mendatang. Maka dari itu, walaupun secara sangat terbatas, kita dapat mengetahui seperti apakah hidup seperti Kristus itu.
Untuk itu, cobalah meluangkan waktu untuk membaca kitab Injil secara menyeluruh dalam satu kali pembacaan sehingga kita dapat melihat dan menemukan Yesus seutuhnya menurut penggambaran Injil tersebut.
Tanyakan kepada diri Anda, dari yang Anda temukan pada Yesus, apakah yang paling mengesankan Anda?
Bayangkan dalam benak Anda, bagaimana Anda menjalani kehidupan ini dengan kualitas-kualitas Yesus yang mengesankan Anda tadi? Itu bukan sekadar imajinasi atau fantasi, tetapi kelak, itulah mutu kehidupan yang kita miliki.
Sumber: | ||
Judul buku | : | Perjumpaan dengan Salib Kristus |
Judul bab | : | Kebangkitan Kristus, Masa Depan Kita |
Penulis | : | Yohan Candawasa |
Penerbit | : | Pionir Jaya, Bandung 2012 |
Halaman | : | 188 -- 190 |
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Situs Paskah Indonesia |
URL artikel | : | http://paskah.sabda.org/kebangkitan_kristus_masa_depan_kita |
Nas: Lukas 2:1-20
Tepat pada hari Yesus lahir, ada proklamasi luar biasa tentang pesan Natal, bukan di katedral yang megah atau auditorium yang indah, melainkan di padang, kepada para gembala yang sederhana, yang sedang menjaga kawanan domba mereka pada waktu malam. Barangkali, inilah proklamasi dari pesan Injil yang paling pertama.
Pesan pada malam itu begitu jelas. Pengkhotbahnya adalah seorang malaikat yang membawa "kabar baik" (Lukas 2:10). Frasa "Aku memberitakan kepadamu kabar baik" adalah kata Yunani dari evangelizo, yang berarti "Saya menginjil". Itulah yang dilakukan oleh malaikat! Dari akar kata Yunani yang sama, kita memiliki kata yang terkadang diterjemahkan menjadi "Injil". Itu adalah pesan tentang Sang Juru Selamat, Kristus, yaitu Yang diurapi dan Mesias yang sudah lama dinantikan. Ini adalah ibadah penginjilan pertama yang terjadi tepat pada hari ketika Yesus lahir.
Sungguh luar biasa bahwa pada ibadah Natal yang paling pertama, kabar tentang peristiwa terbesar dalam sejarah diberitakan bukan kepada orang-orang yang memiliki kualifikasi luar biasa, melainkan kepada jemaat yang terdiri dari gembala-gembala yang sederhana. Pesan ini adalah untuk seluruh umat manusia.
Ibadah penginjilan pertama itu tidak akan lengkap tanpa paduan suara, dan paduan suara ini datang secara khusus dari surga! Apa artinya paduan suara tanpa sebuah lagu kebangsaan? Lagu yang mereka nyanyikan untuk kemuliaan bagi Allah dan berbicara tentang kedamaian bagi orang-orang yang kepadanya Allah berkenan. Pastilah sebuah pengalaman yang luar biasa untuk duduk di padang dan mendengar suatu paduan suara yang menyanyikan lagu dari surga.
Sungguh suatu ibadah penginjilan pertama yang luar biasa pada hari kelahiran Kristus. Di sana terdapat:
Lokasi -- Padang;
Pengkhotbah -- Malaikat;
Jemaat -- Para gembala;
Pesan -- Juru Selamat, Kristus Tuhan;
Paduan suara -- Tuan rumah surgawi;
Lagu gereja -- Gloria in Excelsis Deo;
Respons -- Marilah kita pergi untuk melihat Kristus.
Hanya ada satu pertanyaan pada hari yang sangat istimewa ini, saat kita merayakan kelahiran Kristus. Apakah yang akan Anda berikan sebagai respons terhadap Injil? Dia bukan lagi Bayi di Betlehem, melainkan Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan yang penuh kemenangan yang telah mengalahkan dosa dan maut!
"Mari kita menyembah dan memuji Dia, Kristus Tuhan!" (t/Tim YLSA)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | Promise: The True Meaning of Christmas |
Judul asli artikel | : | The Christmas Message |
Penulis | : | Michael Ross-Watson |
Penerbit: | : | KJPublishing.com |
Halaman | : | 48 -- 49 |
Diambil dari | ||
Nama situs | : | Situs Natal Indonesia |
URL | : | http://natal.sabda.org/pesan_natal |
Tanggal akses | : | 12 Desember 2018 |
Bacaan Alkitab: Matius 26:26-29
Untuk orang Yahudi, merayakan Paskah berarti merayakan kemerdekaan mereka dari perbudakan Mesir. Keluarga berkumpul, menceritakan ulang kisah itu, dan makan bersama untuk merayakan pembebasan Allah tersebut. Dengan berbuat demikian, mereka menemukan ulang jati diri mereka sebagai umat Tuhan pada tindakan kuasa pembebasan Allah.
Dalam kisah ini, Yesus dan para murid-Nya pun merayakan Paskah. Akan tetapi, dari pemaparan rinci yang penulis Injil Matius lakukan dalam perikop ini, terdapat unsur-unsur yang membedakannya dari Paskah Perjanjian Lama. Tuhan Yesus tidak memfokuskan Paskah pada tindakan pembebasan dari Allah dalam Perjanjian Lama, melainkan pada tindakan pembebasan yang akan dilakukan Tuhan Yesus melalui kematian-Nya. Dalam perjamuan akhir bersama murid-murid-Nya, Ia menyebut roti itu sebagai tubuh-Nya (ayat 26) dan anggur itu sebagai darah-Nya (ayat 27-28). Pembebasan yang akan dikerjakan Tuhan Yesus itu adalah pembebasan yang membuat orang terlepas dari kuasa dan konsekuensi dosa (ayat 28). Hanya orang yang sudah menerima arti Paskah baru ini yang akan mengambil bagian dalam perjamuan kekal dengan Yesus dan Allah kelak (ayat 29). Tindakan Yesus ini menciptakan makna dan tradisi baru, yaitu perayaan Paskah dan Perjamuan Kudus.
Sekarang, kita merayakan Paskah sebagai peringatan kemenangan Yesus, yang melalui kematian-Nya telah melepaskan kita dari belenggu dosa dan hukuman terhadap dosa. Setiap kali kita berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus, kita mensyukuri tindakan penyelamatan dari Yesus, menegaskan jati diri kita sebagai bagian dari umat yang telah ditebus Allah, dan menyiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan-Nya kedua kali kelak.
Doa: Tuhan, terima kasih, Engkau telah menebusku dari dosa dengan mengurbankan tubuh dan darah-Mu sendiri. Tolong aku melihat makna hidupku, dan menjalaninya dalam terang pengurbanan-Mu. Amin.
Diambil dari | ||
Nama situs | : | SABDA.org |
URL artikel | : | http://sabda.org/publikasi/e-sh/2005/03/17/ |
Penulis renungan: | : | Tidak dicantumkan |
Tanggal akses: | : | 19 Maret 2018 |
Nas: Lukas 2:15-20
Kelahiran seorang bayi biasanya menghadirkan tanggapan tersendiri bagi orang-orang di sekitarnya. Begitu pula dengan kelahiran Yesus bagi orang-orang yang mengetahuinya. Para gembala yang mendapatkan berita kelahiran Kristus dari malaikat menjadi tertarik untuk mengetahui kebenaran berita tersebut. Lalu, mereka pergi ke Betlehem, tempat Yesus lahir. Memang benar, mereka menjumpai bayi Yesus tepat seperti yang dikatakan malaikat, dibungkus kain lampin dan terbaring di dalam palungan (16). Rasa takjub atas penemuan itu membuat mereka tidak dapat berdiam diri. Memang perjumpaan dengan malaikat bukanlah pengalaman semua orang. Ini pengalaman luar biasa! Terlebih lagi bertemu dengan Kristus, jelas bukan berita biasa.
Tidak heran kalau hati para gembala dipenuhi semangat menyala-nyala untuk memberitakan hal tersebut kepada orang banyak. Akibatnya, orang banyak menjadi "heran". Ini memperlihatkan bahwa kesaksian tentang Yesus menggugah pikiran dan perasaan. Kesaksian yang tidak biasa karena menuntut jawaban yang tidak biasa, yaitu entah percaya kepada-Nya atau menolak-Nya. Lalu, bagaimana dengan Maria? Setelah mendengar kesaksian para gembala, Maria menyimpan segala perkara itu dalam hati dan merenungkannya. Maria merenungkan karya dan perbuatan Allah yang ajaib ke dalam hidupnya.
Itulah tanggapan orang-orang yang mengetahui berita kelahiran Kristus. Lalu, apa tanggapan Anda terhadap Dia? Bersyukurlah karena Kristus rela merendahkan diri-Nya dan datang ke dalam dunia. Ia adalah Kabar Baik yang membuat kita dapat mengenal Allah yang penuh kasih dan murah hati. Hanya melalui Dia, kita akan beroleh pendamaian yang sejati dengan Allah.
Renungkanlah: Tanggapan yang benar terhadap berita kelahiran Kristus adalah membuka hati dan menerima Dia agar hidup kita tidak lagi sama.
Diambil dari | ||
Nama situs | : | SABDA.org |
URL artikel | : | http://sabda.org/publikasi/e-sh/2006/12/29/ |
Penulis renungan: | : | Tidak dicantumkan |
Tanggal akses: | : | 21 Desember 2017 |
Bagaimana saudara menghadapi Natal tahun ini? Penuh masalah dan ketidaklancaran? Mungkin saudara bertanya mengapa Tuhan mengizinkan semua itu terjadi. Mari belajar dari peristiwa Natal pertama bagaimana Tuhan berkarya di dalamnya. Allah berkarya memakai dekret Kaisar Augustus dalam menetapkan sensus di seluruh daerah kekuasaannya, untuk tujuan militer maupun pajak. Dengan jalan demikian, nubuat dan janji-Nya dalam Perjanjian Lama, bahwa Anak-Nya akan lahir di kota Betlehem (Mikha 5:1), digenapi. Maria dan Yusuf mungkin tidak menyadari hal tersebut saat menaati pemerintah dengan pulang ke kampung halaman untuk mengikuti sensus, padahal perjalanan dari Nazaret di Galilea ke kota Betlehem (kira-kira 120 km) merupakan perjalanan yang jauh dan melelahkan, mengingat saat itu Maria sedang hamil tua.
Ternyata, perjalanan yang melelahkan bagi seorang wanita yang hamil tua, menghadapi penolakan dari tuan rumah untuk kamar tempat berteduh dan melahirkan, sampai harus melahirkan di kandang binatang pun ada di dalam pengaturan Allah. Maria harus melahirkan di kandang binatang, bayinya dibungkus dengan lampin kasar dan diletakkan di palungan yang kotor dan hina. Semua ini melambangkan Anak Allah yang mulia dan agung, tetapi rela mengosongkan diri-Nya dengan datang menjadi manusia, bahkan lahir di tempat yang hina. Kasih-Nya membuat Ia rela menjadi miskin supaya kita boleh menjadi kaya dalam segala hal. Ia memang tidak memiliki tempat di dunia karena dunia menolak Dia. Tempat yang layak bagi Dia hanya di atas kayu salib. Ia rindu lahir di dalam hati setiap orang yang mau membuka hati untuk menyambut Dia. Namun, sayang, orang-orang menolak Dia karena lebih tertarik pada hiruk pikuk dunia dan kenikmatannya.
Mari kita belajar bahwa Allah turut bekerja dalam segala hal dalam kehidupan serta untuk kebaikan setiap orang yang berkenan kepada-Nya. Marilah kita belajar memercayai Dia serta menaati kehendak-Nya dan mempersilakan Tuhan Yesus lahir dalam hidup kita agar Ia bebas memimpin hidup kita. Selamat merayakan Natal.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | SABDA.org |
Alamat URL | : | http://sabda.org/publikasi/e-sh/2010/12/25/ |
Penulis renungan | : | Tidak dicantumkan |
Tanggal akses | : | 8 Desember 2016 |
Comments