Artikel YLSA - Desember 2004
Saya tidak bertanya kepada Timmy, sembilan tahun, atau kepada Billy, adiknya yang berumur tujuh tahun, mengenai kertas pembungkus berwarna coklat yang berkali-kali pindah tangan di antara mereka berdua setiap kali kami memasuki toko.
Setiap tahun pada masa Natal, kelompok pelasyanan kami mengajak anak- anak dari keluarga yang kurang mampu di kota kami untuk berbelanja ditemani oleh satu orang. Kebetulan, saya harus menemani Timmy dan Billy, yang ayahnya menganggur. Sesudah memberikan uang kepada mereka masing-masing empat dolar, kami mulai berkeliling. Di setiap toko saya memberikan usul, tetapi mereka selalu menjawab dengan gelengan kepala yang mantap. Akhirnya saya bertanya, "Kalian mungkin punya usul, toko mana yang harus kita datangi?"
"Bisakah kita pergi ke toko sepatu, Pak?" jawab Timmy. "Kami ingin memberikan sepasang sepatu kerja untuk ayah."
Di sebuah toko sepatu, pramuniaga menanyakan apa yang mereka perlukan. Mereka mengeluarkan kertas coklat itu. "Kami memerlukan sepasang sepatu kerja yang pas untuk kaki ini," kata mereka.
Billy menjelaskan gambar pola kaki ayah mereka pada kertas coklat itu. Mereka menggambarnya waktu ayahnya tertidur di sebuah kursi.
Pramuniaga itu mencocokannya dengan penggaris, lalu ia pergi. Tidak lama kemudian, ia datang dengan sebuah kotak yang terbuka. "Apakah sepatu itu cocok?" tanyanya.
Timmy dan Billy memegang sepatu itu dengan sangat gembira. "Berapa harganya?" tanya Billy.
Timmy melihat harga yang tertera di kotak sepatu itu. "Enam belas dolar sembilan puluh lima sen?" katanya kaget. "Kita hanya mempunyai uang delapan dolar."
Saya memandang pramuniaga itu dan ia berdehem. "Itu harga biasa," katanya, "tetapi sepatu itu sedang diobral; harganya menjadi tiga dolar sembilan puluh delapan sen, khusus untuk hari ini."
Lalu, sambil memegang sepatu itu dengan gembira, mereka membelikan hadiah untuk ibu dan kedua adik perempuan mereka. Mereka sama sekali tidak memikirkan diri mereka sendiri.
Sehari sesudah Natal, ayah anak-anak itu menghentikan saya di tengah jalan. Ia memakai sepatunya yang baru, dan di matanya terpancar rasa terima kasih. "Saya berterima kasih kepada Yesus karena ada orang- orang yang mau memperhatikan," katanya.
"Dan saya berterima kasih kepada Yesus karena kedua anak laki-laki Anda," jawab saya. "Mereka mengajarkan saya banyak hal tentang Natal dalam satu malam, lebih daripada yang sudah saya pelajari seumur hidup saya."
Sumber Asli:
Judul Buku | : | Kisah Nyata Seputar Natal |
Judul Artikel | : | Anak-anak dan Natal yang Menakjubkan: Pola Kasih |
Penulis | : | Jack Smith |
(seperti yang diceritakan kepada Raymond Knowles) | ||
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1998 |
Halaman | : | 68 - 69 |
Comments